Rabu, 29 Juni 2011

MENUJU CINTA ALLAH


Aby Albrave Bilhaq (Syamsul Bahri)


“ Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan ”. ( Q.S.Al-Ankabut 45).

Jalan menuju cinta Allah sangat berliku bagi orang yang tertutup hatinya, bahkan bila tidak ditempuh dengan keteguhan iman, cinta kepada Allah tidak akan tercapai. Hal ini disebabkan faktor-faktor berikut:
1. Allah, tidak tampak oleh mata kita/ghaib.
2. Kita sudah bisa menimbang, menilai sesuatu itu hanya dengan panca indera kita yang lima. Dan jarang sekali kita melatih akal kita ke arah yang  ghaib.
3. Kita selalu tertinggal dalam mengejar ilmu pengetahuan baik di dunia mau pun di akhirat, sehingga  akhirnya kita tidak berkeinginan untuk mengenal diri kita sendiri, apa lagi untuk mengenal apa yang tidak tampak di mata padahal Dia ada. Akibatnya tidak kenal dan tidak cinta kepada Allah SWT.
4. Ulama-ulama Islam atau golongan kita sendiri, lebih mencurahkan perhatiannya pada ilmu-ilmu lain, seperti ilmu fiqih dan lain-lain. Dan di anggap ilmu tauhid ini satu ilmu pengetahuan yang hanya untuk iseng-iseng saja/ pelecehan tentang ilmu tauhid.
Akibatnya, kita merasa jauh dari Allah SWT dan merasa, bahwa undang-undang Allah SWT adalah suatu tekanan, sebagai suatu hukuman yang menyempitkan langkah-langkah/gerak-gerik manusia. Merasa tidak ada lezatnya iman kepada segala yang ghaib-ghaib itu dan tidak memperoleh keuntungan dari hukum-hukum Allah. Padahal hukum Allah (dinullah) diturunkan sebagai wujud cinta Allah kepada hamba-Nya.
Satu contoh:Kita semua mengetahui satu ayat mengenai shalat yang lima waktu dengan dengan faedah-faedahnya dan keuntungan yang terkandung di dalamnya seperti yang disebutkan di atas. Betulkah demikian faktanya? Semua muslimin mengerjakan shalat di masjid, mushalla, di rumah sendiri, tapi apakah kita terbendung, terhindar dari mengerjakan yang fahsya keji dan mungkar yang diterangkan Allah itu? Apakah kita yang shalat, tetapi masih berbohong juga,masih mempergunjingkan teman-teman juga, marah, mencaci maki dan lain-lain. Mengapa demikian? Apakah yang salah? Apakah firman Allah yang tidak tepat atau shalat kita yang salah pasang atau kita sendiri yang salah amanat?
Yang sebenarnya adalah, ayat Allah tepat, jitu dan hak, tidak mungkin diganggu gugat atau tidak boleh ragu-ragu. Andaikan shalat tidak bisa menghindarkan seseorang dari fahsya dan munkar, keji, dan merusak, kitalah yang salah pasang atau mendirikan seseorang dari bangunan tidak di atas tempatnya, seolah-olah sebuah bangunan didirikan di atas rawa-rawa atau di atas tanah yng lunak. Gedung yang demikian tidak bisa bertahan lama, sebentar akan miring dan pada akhirnya roboh sama sekali.
Demikian contohnya shalat ini. Tujuan selain mengabdikan diri kepada Allah SWT sebagai Khaliq juga sebagai benteng, suatu tembok baja yang dapat menghalangi kita dari terjerumusnya ke jurang perbuatan keji dan mungkar, sehingga shalat kita selamat di dunia dan sejahtera di akhirat atau selamat dari api neraka. Dengan mendirikan shalat, akan tercapai kedamaian dan kesejahteraan tegak dan kokoh tiang agama Islam ini. Suatu bangunan akan kokoh bila memiliki pondasi dan tanah yang baik pula. Begitu pula dengan shalat yang benar dan khusuk, sesuai dengan tuntunan dari Rasul-Nya, akan membuat iman kita kuat menahan godaan dari segala ajakan setan yang dilaknat Allah.
Pondamen dan dasar tiang shalat, adalah jiwa yang padat dengan tauhid. Bagai lapangan yang luas dan hijau oleh warna rumput yang sudah dibersihkan dari lubang-lubang dan tanggul yang akan merusaknya.

Tidak ada komentar: